Tidak ada tempat lagi di Asia selain di sini yang
menyuguhkan pemandangan kota dengan ratusan bangunan megah dan juga
sederhana tapi unik dari zaman kolonial, yang tetap teguh berdiri selama
lebih dari seabad.
Yangon,
kota terbesar dan bekas ibu kota Myanmar, telah banyak berubah karena
dampak modernisasi yang menghilangkan warisan lama, seperti yang terjadi
di banyak kota metropolis Asia lainnya. Sebelumnya disebut Rangoon,
Yangon digambarkan sebagai "kota dengan bermacam era."
Sekarang,
setelah Myanmar membuka pintunya lebar-lebar kepada dunia dan
membludaknya wisatawan yang datang, sebuah usaha keras dicanangkan untuk
melestarikan bangunan kuno dan suasana yang memesona di Yangon dari
dampak pembangunan moderen.
"Kami memiliki banyak warisan budaya
di Yangon tetapi kami harus bertindak cepat atau itu semua akan hilang
selamanya," kata Zin Nwe Myint, seorang ahli masalah perkotaan, di
sebuah konferensi dari konservasionis lokal dan asing.
Warisan
budaya tersebut tampak jelas ketika para peserta konferensi memasuki
tempat acara, di The Strand, sebuah hotel legendaris yang dibangun pada
tahun 1901 di dekat sungai dan dermaga.
Dari sana, hanya butuh
berjalan kurang dari sejam, pengunjung bisa menikmati bermacam bangunan
bergaya era kolonial Inggris: Victorian, Queen Anne, Neoclassical, Art
Deco dan perpaduan dari budaya Inggris dan Burma. Kebanyakan bangunan
tersebut ditempatkan berpola papan catur dengan pagoda Sule berada di
tengah-tengah, menjulang tinggi dengan indah.
Sarah Rooney,
penulis dari “30 Heritage Buildings of Yangon” (30 bangunan warisan
budaya di Yangon), berkata bahwa favoritnya adalah gedung Pegu Club dan
Lokanat Gallery Building.
Klub tersebut, yang dibangun dari kayu
jati, tampak sedikit terlantar, tetapi itu membuatnya semakin menggugah
dan berkesan, kata Sarah, lebih dari bangunan warisan budaya lainnya di
Asia yang telah mengalami banyak renovasi. Dulunya, tempat itu merupakan
tempat minum paling eksklusif, dan sering dikunjungi oleh orang seperti
Rudyard Kipling, yang katanya menulis puisi “The Road to Mandalay”
setelah pulang minum dari tempat tersebut.
Gedung Lokanat adalah
"simbol dari kosmopolitanisme Yangon," kata Rooney. Dibangun pada tahun
1906 oleh seorang pedagang Yahudi dari Baghdad, gedung itu merupakan
gedung bisnis paling bergengsi di kota itu, yang menyajikan pemotong
rambut asal Filipina. Juga pedagang asal Yunani yang memasok cerutu dari
Mesir, bir Jerman, dan gula-gula dari Inggris.
Thant Myint-U,
seorang sejarawan Barat, mencatat bahwa dalam radius satu mil dari The
Strand berdiri gereja Katolik Roma, Protestan dan Armenia, mesjid Syiah
dan Sunni, kuil Jain, kuil Hindu dan sebuah sinagog, yang dulunya adalah
pusat komunitas Yahudi terbesar di Asia.
Tertarik dengan sumber
daya alam melimpah dari daerah itu, seperti kayu jati, minyak dan beras,
para pencari keuntungan dan para buruh merangsek masuk dari seluruh
dunia, merubah Yangon menjadi sebuah kota internasional. Pada tahun
1920an, kota itu dimasuki imigran lebih besar daripada New York.
Lalu
datanglah Perang Dunia II, dan pada 1962 terjadi kudeta militer yang
menyebabkan terjadinya setengah abad isolasi, penguasa otoriter dan
tingkat ekonomi yang stagnan, yang mungkin menjadi penyebab bekunya
waktu di Yangon.
"Di Yangon, kita masih dapat melihat banyak
warisan budaya juga suasana dan jaringan sosial yang telah dibangun dan
tumbuh bersama bangunan tua tersebut selama berpuluh-puluh tahun," kata
Hlaing Maw Oo, seorang pejabat Kementerian Pembangunan Myanmar, yang
mendorong pelestarian warisan budaya tersebut bersama dengan
mempertahankan lahan hijau, danau dan vila pedesaan di Yangon.
Rekomendasi
lainnya adalah membuat aturan batasan tinggi pembangunan gedung baru,
pelatihan kelestarian, dan membuat gerakan kesadaran. Juga membuat
daftar seluruh gedung yang tidak boleh diruntuhkan. Pemerintah saat ini
memberi perlindungan terhadap 188 situs.
"Kita berada di titik
kritis sejarah kota ini," kata Walikota Yangon, Myint Swe, di
konferensi. "Kita ingin melihat Yangon sebagai kota di abad ke 21 tetapi
juga ingin melestarikan warisan budaya kita. Saya menyadari sepenuhnya
tentang tantangan yang kita hadapi, tetapi kita semua telah belajar dari
pengalaman kesalahan kota-kota Asia lainnya," tambahnya.
Banyak
gedung yang sebelumnya digunakan sebagai gedung pemerintahan telah
kosong sejak 2005, ketika rezim yang berkuasa memindahkan ibu kota ke
Naypyitaw dan berencana menjualnya. Dikhawatirkan sebagian gedung
tersebut akan rusak dan tidak bisa diperbaiki atau dibeli oleh
pengembang lalu dihancurkan.
Banyak gedung yang dimiliki pribadi,
masih tidak dilindungi, telah diruntuhkan dan direnovasi menjadi
struktur yang sangat berbeda dan merusak keharmonisan yang tadinya ada.
Beberapa
gedung yang dimiliki pemerintah atau digunakan masih tampak kokoh,
termasuk gedung Kedutaan Inggris, Rumah Sakit Umum yangon, St. Paul's
School dan Balai Kota, percampuran dari rancangan gaya Eropa dengan
pengaruh dari kuil di Burma.
Yang paling spektakuler di antara
gedung-gedung itu adalah, bekas gedung Sekretariat, pusat kekuatan
kolonial Inggris. Gedung di mana Aung San, ayah dari Aung San Suu Kyi,
dibunuh pada tahun 1947.
Tawaran dari investor asing untuk
mengubah gedung tersebut menjadi sebuah hotel memicu kemarahan publik,
sebuah tanda menjanjikan bahwa penduduk Yangon siap berdiri
mempertahankan warisan budaya di tanah mereka.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Klan Cahaya X Klan Hitam "Part 1"
Vision Pagi itu tidak terlihat adanya hal-hal aneh yang terjadi. Lisa dan sahabatnya menjalani perkuliahan seperti biasanya. ...

-
Ada beberapa macam-macam peri sebagai berikut: 1. Asrais - kecil, lembut, peri laki-laki. Tidak bisa terkena sinar matahari la...
-
Daerah sumber kenikmatan kaum hawa atau yang biasa disebut G-Spot sempat menjadi misteri bagi dunia ilmu pengetahuan. Namun, seorang pene...
-
Dhemit adalah sebutan untuk Iblis, setan, or Malaikat, dewa, dewi di tanah jawa berdasar QURAISYN ADAMMAKNA ( SERAT JANGKA JAYABAYA ) ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar